SURAT TERBUKA
Kepada Yang Terhormat
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi
Komjen. Pol. Drs. Firli Bahuri, M.Si.
Di, –
Tempat
Lokataru, Kantor Hukum dan HAM mencatat bahwa KPK kini mengalami kemerosotan dalam melakukan penindakan hukum pelaku tindak pidana korupsi. Hal ini terbukti dari kegesitan KPK dalam menindaklanjuti dan menindak tegas para pelaku korupsi dalam kasus Suap Eks Bupati Cirebon dan Bupati Mimika, Eltinus Omaleng, yang telah bergulir sejak 2018 dan 2020 ini.
Pertama, kasus korupsi yang dilakukan oleh Eks Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra yaitu dengan menerima suap dari General Manager PT. Hyundai, Herry Jung, untuk memuluskan perizinan pembangunan PLTU 2 di Kabupaten Cirebon. Pengungkapan kasus ini berpotensi menimbulkan kerugian negara lebih dari 200 Triliun. Pada Oktober 2018, KPK melakukan OTT dan mengamankan barang bukti uang tunai Rp116 juta dan bukti setoran ke rekening Sunjaya senilai total Rp 6,4 miliar. Kemudian pada 2019, Sunjaya Purwadisastra diputus bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap berdasarkan Putusan Nomor 14/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Bdg dengan hukuman 5 tahun penjara.
Namun sangat disayangkan, tidak ada proses hukum kepada pemberi suap dalam kasus korupsi Eks Bupati Cirebon. Faktanya hingga saat ini Herry Jung masih di luaran tanpa penangkapan maupun proses hukum lanjutan oleh KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka pada November 2019 karena melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Keterlibatan Herry Jung juga muncul dalam fakta persidangan Sunjaya Purwadisastra–keterangan saksi pada April 2019, yaitu memberikan uang dengan cara membuat Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif dengan PT Milades Indah Mandiri dengan kontrak Rp 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah).
Kedua, terkait dengan kasus korupsi Bupati Mimika, Eltinus Omaleng yang melakukan korupsi dana APBD untuk pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Kabupaten Mimika dengan kerugian negara sementara sebesar Rp 21.600.000.000,- (dua puluh satu miliar enam ratus juta rupiah). Penyidikan kasus ini telah berlangsung sejak Oktober 2020 dan telah menetapkan Eltinus Omaleng selaku Bupati Mimika Periode 2014-2019, Marthen Sawy selaku Pejabat Pembuat Komitmen, dan Teguh Anggara selaku Direktur PT. Waringin Megah sebagai Tersangka. Juru bicara Penindakan KPK Ali Fikri menyampaikan bahwa surat perintah penyidikan dugaan korupsi Gereja Kingmi Mile 32 Tahap 1 TA 2015 tersebut diterbitkan Oktober 2020, tetapi hingga saat ini belum dilakukan penangkapan maupun penahanan terhadap Eltinus Omaleng selaku Tersangka.
Merujuk pada kedua kasus tersebut, Lokataru menilai KPK diam dan tidak ada kemauan untuk melanjutkan serangkaian proses penegakan hukum yang menjerat Para Pejabat dan Pihak Swasta (Herry Jung selaku General Manager PT. Hyundai). Padahal, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK harus dilandasi dengan asas keterbukaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam memperlakukan kasus ini, KPK melanggar Pasal 5 huruf a dan b, Pasal 6 huruf c dan f, Pasal 11 ayat (1) dan (3), serta Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan uraian diatas, Kami mendesak KPK untuk:
- Menerapkan asas kepastian hukum dan keterbukaan dalam kelanjutan proses hukum penyelesaian kasus korupsi Eks Bupati Cirebon dan Bupati Mimika, Eltinus Omaleng, dengan memberikan perkembangan terbaru terkait kedua kasus tersebut secara terbuka kepada publik.
- Menindaklanjuti penangkapan dan proses hukum Tersangka Herry Jung selaku Penyuap Eks Bupati Cirebon.
- Melakukan penangkapan dan proses hukum para tersangka Kasus Korupsi APBD Gereja Kingmi Miles 32 tanpa terkecuali Eltinus Omaleng, Bupati Mimika.
Demikian surat terbuka ini kami sampaikan, terima kasih.
Jakarta, 15 Februari 2021
Lokataru, Law and Human Rights Office
Haris Azhar
Direktur Eksekutif